Apakah benar apabila tujuan utama dari seorang mahasiswa adalah IPK??
Saya pernah membaca dari blog teman saya, yang secara tidak langsung menginspirasi saya untuk membuat tulisan ini bahwa seorang dosen pernah berkata, seseorang belum bisa disebut mahasiswa apabila ia belum mempunyai IPK. Hmmh salah besar saya kira.
Mari kita tinjau pengertian mahasiswa menurut KBBI.
“Mahasiswa adalah orang yang belajar di Perguruan Tinggi”
Menurut saya seseorang dapat disebut sebagai seorang mahasiswa apabila ia telah dinyatakan diterima di salah satu perguruan tinggi baik negeri maupun swasta dan telah melakukan registrasi akademik dan melakukan proses belajar.
Mengenai IPK (Indeks Prestasi Komulatif) hanyalah hasil yang didapat oleh mahasiswa selama menempuh studi. Namanya saja Indeks prestasi, tentunya suatu indeks atau ukuran untuk menentukan prestasi. Hal ini dapat berlaku apabila mahasiswa tersebut mendapatkan IPK melalui prosedur yang benar karena tidak sedikit mahasiswa yang mendapatkan IPK mereka dengan prosedur yang tidak benar. Prosedur di sini maksudnya adalah cara atau jalan untuk mendapatkan IPK tersebut. Prosedur dikatakan benar apabila memenuhi aturan – aturan yang telah ditetapkan, diperoleh dengan cara yang jujur, fair, terbuka, dan dapat dipertanggungjawabkan barulah IPK itu benar – nemar disebut Indeks Prestasi.
Tujuan belajar adalah mendapatkan ilmu, dan mahasiswa adalah orang yang belajar. Agak munafik memang karena kadang niat kurang ikhlas, atau lupa akan tujuan belajar. Sering kita lebih menitik beratkan untuk mendapatkan IPK daripada ilmu, memilih dosen yang walau susah dimengerti penyampaian materinya yang penting murah dalam memberi nilai atau menerima contekan teman ketika ujian yang sulit. Sebagai manusia yang diciptakan oleh Alloh, seharusnya kita hidup juga untuk beribadah, untuk mencari ridhoNya, tidak mengesampingkan kebenaran.
Kalau sekarang pencari kerja terlalu menitikberatkan calon pekerja pada IPK mereka, saya kurang setuju karena IPK jaman sekarang banyak yang bukan merupakan suatu indeks prestasi dari mahasiswa tersebut. Kecurangan – kecurangan yang terjadi di lembaga pendidikan mengakibatkan IPK tersebut semu, palsu. Kecurangan dapat berbentuk kecurangan dalam ujian, uang bawah meja, hubungan (affair) dengan dosen, manipulasi nilai , dan sebagainya. Hal ini tentunya bukan merupakan prosedur yang benar, dan tidak dapat ditolerir.
Pernah saya mendengar cerita dari dosen saya. Teman beliau, sebut saja Adi yang lulusnya paling lambat dari teman – teman seangkatannya karena harus memperbaiki nilai E pada salah satu Mata Kuliah. Dia justru merasa sangat bangga dengan keputusannya itu, kenapa??? Karena ia telah mengetahui soal ujian yang sebelumnya telah ia dapatkan dan ia baca. Dia memilih tidak mengerjakan ujian tersebut karena soal dalam ujian sama persis dengan apa yang ia dapatkan sebelumnya. Hampir semua temannya mendapat nilai yang sangat memuaskan, hanya dirinya saja yang berada di posisi bawah. Dia menetapkan pilihan untuk mendapatkan nilai dengan cara yang jujur walau harus menunggu satu tahun lagi sedangkan teman – temannya yang lain sudah mendapatkan gelar sarjana mereka. Apakah masih banyak manusia seperti ini di jaman sekarang?
Mahasiswa lekat dengan makhluk idealis. Kerap menyerukan idealisme dalam setiap aksi. Namun, kadang idealisme itu luntur ketika menghadapi sebuah problema seperti menemui jalan buntu ketika ujian. Ingatlah… Satu satunya tempat bergantung hanyalah Alloh, bukan teman kita, bukan contekan kita. Maka tetaplah pertahankan idealisme kita sekalipun kita dihadapkan pada suatu masalah yang berat sekalipun.
Serukanlah Idealisme dan Serukanlah Kebenaran!
0 comments:
Post a Comment
just shAre YouR Mind about my blog